Mengolah Nyala Api Jiwa untuk Penyelidikan Diri (Atma-vichara)


Penyelidikan Diri (Atma-vichara), dianggap sebagai jalan paling sederhana dan paling langsung menuju Realisasi Diri. Namun, Penyelidikan Diri juga sangat halus dan sangat sulit dicapai bahkan setelah bertahun-tahun berlatih. Itu tergantung pada kekuatan kehendak, konsentrasi dan ketajaman pikiran yang besar bersama dengan kerinduan yang kuat akan pembebasan.

Seseorang mungkin mengatakan secara metaforis bahwa Penyelidikan Diri membutuhkan nyala api tertentu. Itu mengharuskan kita sendiri menjadi nyala api dan hidup kita menjadi persembahan untuknya.

Tanpa api batin seperti itu, Realisasi Diri dapat menghindari kita apa pun yang mungkin kita coba. Oleh karena itu, penting untuk melihat Penyelidikan Diri tidak hanya sebagai latihan mental tetapi sebagai gerakan kesadaran yang energik seperti munculnya api besar kesadaran.

Realitas dan Penampilan

Penampilan tidak pernah menjadi kenyataan dan kenyataan tidak pernah muncul. Mereka adalah dua dimensi yang berbeda. Apa pun yang tampak terikat oleh dualitas dan relativitas, sedangkan realitas hanya satu dan mutlak.

Ini bukan pernyataan filsafat abstrak. Baik realitas kita maupun dunia tidak dapat ditemukan di alam penampakan seperti yang diungkapkan oleh indera, atau dengan perluasan pengetahuan indrawi, termasuk oleh instrumen ilmiah yang paling halus. Realitas adalah kesadaran batin yang tidak pernah bisa menjadi objek pemeriksaan bagi pikiran yang berorientasi eksternal. Demikian pula, apa pun yang dapat kita amati atau lihat pasti pada akhirnya tidak nyata karena itu bukanlah kesadaran di dalam.

Dunia dan bagaimana kita muncul di dalamnya tidak pernah bisa menjadi kebenaran dan terus berubah. Kita tidak akan pernah menemukan kenyataan di dunia penampakan, seperti halnya cahaya tidak dapat ditemukan dengan menelusuri bayangannya di dinding.

Penampilan adalah nama, bentuk dan batasan, yang tetap terperangkap dalam gelombang kesenangan dan kesakitan yang bergantian, suka dan duka, datang dan pergi, kelahiran dan kematian. Penampilan tidak akan pernah bisa menjadi sempurna, betapapun kerasnya kita bekerja untuk menyempurnakannya. Penampilan tetap relatif, terikat oleh dualitas, bergeser ke atas dan ke bawah tetapi tidak pernah sampai pada keadaan keberadaan yang langgeng.

Di dunia mana pun kita berada, dan tubuh apa pun yang tampaknya kita huni, pada akhirnya tidak pernah nyata. Mereka adalah refleksi dari kesadaran batin kita dan karmanya, seperti ombak yang naik dari laut. Mereka adalah produk dari pandangan keluar berdasarkan pemikiran dalam ketidaktahuan Diri sejati kita.

Kita tidak dapat menemukan kedamaian atau kepuasan dalam penampilan apa pun, betapapun hebatnya. Hanya di kedalaman kesadaran, kebahagiaan bawaan kita tinggal. Ini bukan untuk merendahkan dunia luar tetapi hanya untuk melihatnya apa adanya. Dunia penampilan seperti gambar, simbol, atau permainan pertunjukan sulap yang berlangsung beberapa hari. Ia memiliki keajaiban dan keindahannya sendiri, yang dapat dianggap penting, tetapi ia tidak memiliki realitas abadinya sendiri.

Percaya bahwa setiap penampilan itu nyata berarti terpesona oleh penampilan dan kehilangan Diri batiniah kita. Melihat sifat ilusi dari semua penampakan berarti membiarkan realitas bersinar, yang melaluinya kita melewati semua ilusi dan masuk ke dalam cahaya kesadaran yang abadi.

Ketakutan akan Kematian

Ketakutan terbesar yang dimiliki semua makhluk hidup adalah ketakutan akan kematian. Ketakutan akan kematian membayangi semua yang kita lakukan dan merusak semua kedamaian dan kebahagiaan kita. Tapi apa itu kematian dan siapa yang mati?

Sebenarnya kematian adalah yang terbesar dari semua ilusi. Ketakutan akan kematian adalah akar dari semua kebodohan. Bayangan kematian bukanlah kutukan tetapi kesalahpahaman tentang sifat sebenarnya dari keberadaan. Keberadaan kita yang sebenarnya tidak pernah mati. Kematian hanyalah akhir dari satu tubuh atau lainnya, tetapi bukan dari makhluk yang diwujudkan.

Vedanta dengan tegas mengajarkan bahwa tidak ada yang mati. Tidak ada yang pernah mati dan tidak ada yang akan mati.

Artinya, keberadaan sejati, Diri sejati, jiwa atau esensi tidak pernah mati. Di dalam batin, tidak tunduk pada kelahiran dan kematian, waktu dan ruang, datang atau pergi. Kita adalah abadi,  keberadaan murni, kesadaran dan kebahagiaan. Hanya tubuh yang mati, bukan sebagai jiwa yang diwujudkan.

Memikirkan bahwa seseorang akan mati adalah kesalahpahaman besar tentang siapa kita sebenarnya. Kita bukan tubuh atau pikiran. Tubuh memiliki kelahiran dan kematian. Pikiran memiliki fluktuasi. Tapi ini tidak berhubungan dengan esensi sejati kita. Mereka hanya bagian dari manifestasi luar. Kita adalah makhluk yang menggunakan tubuh dan pikiran sebagai instrumen tetapi dirinya sendiri tidak terpengaruh olehnya. Bisa kita katakan bahwa Tubuh itu seperti mobil yang kita kendarai. Pikiran itu seperti komputer. Tapi kita adalah operator dari instrumen ini. Ketika mereka rusak, kita tidak menderita kehilangan keberadaan kita sendiri atau diri kita sendiri berakhir.

Keberadaan batin kita, Diri Tertinggi atau Paramatman, memiliki keabadian mutlak, keberadaan mutlak. Batin kita tidak berubah, tidak berubah, homogen, dan murni. Itu tidak pernah bisa ternoda, dirugikan, dibatasi atau diganggu. Ini adalah saksi abadi yang terpisah dari semua peristiwa di alam semesta. Di sanalah saat Matahari pertama kali bersinar, saat makhluk pertama muncul di Bumi, dan saat manusia pertama memandang ke langit. Ia telah menyaksikan awal dan akhir dari seluruh alam semesta, belum lagi dunia dan makhluk yang tak terhitung banyaknya.

Bahkan jiwa kita, entitas yang bereinkarnasi di dalam diri kita, memiliki keabadian relatif. Ia berpindah dari satu tubuh ke tubuh lainnya, lahir ke lahir, tetapi dirinya sendiri tidak pernah mati. Sebagai Diri Tertinggi kita memiliki keabadian mutlak, sebagai jiwa individu kita memiliki keabadian relatif. Kematian tidak bisa membawa kita pergi dalam kedua kasus tersebut; itu hanya dapat membawa kita ke tingkat keberadaan yang lain. Belajar untuk mengakses keabadian sehingga hidup kita mengambil bagian dalam keabadian.

Mengapa kita tidak mengetahui Diri kita yang tanpa kematian dan hidup dalam kebebasan dan kebahagiaannya?

Itu karena kita salah mengidentifikasi batin kita dengan tubuh dan pikiran luar kita. Ini adalah kesalahan penilaian, persepsi yang salah. Kita melihat tubuh sebagai Diri ketika itu hanyalah kendaraan bagi Diri. Setelah kesalahan identifikasi ini dihilangkan, tidak akan ada lagi kesedihan. Ini seperti anak kecil yang berpikir bahwa mainannya nyata dan menangis ketika rusak atau hilang.

Menjadi tidak pernah mati. Keberadaan tidak pernah berakhir. Dan makhluk abadi dan abadi itu adalah keberadaan kita. Kita tidak terbatas pada tubuh ini atau inkarnasi khusus ini. Keberadaan kita ada di mana-mana di alam semesta, di semua makhluk dan di luarnya. Itu melampaui semua ketakutan. Kematian tidak bisa mencapainya. Penderitaan tidak bisa menggoyahkannya. Beristirahat dalam Diri tanpa kematian itu, Itu adalah hak Ilahi kita.

Berlindung di dalam batin di luar tubuh dan pikiran dan saksikan permainan mereka sebagai olahraga Ilahi. Amati dunia dan semua perubahannya dari titik pusat esensi abadi. Dan kita akan menemukan keindahan dan keajaiban setiap saat.




Berbagi adalah wujud Karma positif

Berbagi pengetahuan tidak akan membuat kekurangan

Blog Terkait